Kisah Cinta Anak SMA
“Za peringkat berapa nih?”
“Yang jelas masih lebih bagus kamu lah”
“Ye…aku kan tanya”
“Kamu dulu deh”
“Di tanya kok malah nanya sih”
“E…..hm”
“Juara satu ya!”
“Alhamdulillah, kamu?”
“Jadi malu ne…”
“Emang berapa?”
“Di bawah kamu lah”
“Aku kan dah jawab duluan, gantian dums”
“Ya deh….. Lima.”
Obrolan
itu terjadi saat aku baru masuk bemo dan bertemu Andra. Aku nggak
nyangka kalau dia bakal nyapa aku dan menanyakan hal itu. Pasalnya kami
sekarang udah nggak sekelas lagi. Meski gitu ternyata dia masih ingat
aku. Waktu kelas dua dulu kami memang sempat akrab. Malu juga sih kalo
sempat ingat hal itu. Gara-gara suka ngerjain
dia dengan pacarnya aku malah lebih akrab dan terasa dekat sekali. Tapi
sekarang udah nggak lagi. Andra udah putus sama Ratna, itu pun sudah
enam bulan yang lalu. Sebelum kenaikan kelas Andra mutusin Ratna.
Menurut teman-teman Andra mutusin karena Ratna terlalu judes en pemarah.
Lucu juga kalo inget pacaran ala mereka. Makanya itu aku paling seneng
kalo ngerjain
mereka berdua. Tapi saat mereka putus aku malah nggak berani menanyakan
apa-pun pada Andra. Merasa nggak enak dan tengsin aja. Terasa sok
ngurusin masalah orang lain aja kali ya!
Sejak putusnya Andra dan Ratna. Aku jarang ngerjain
mereka. Meski sempat sesekali juga. Tapi nggak sesering dulu. Bukan
karena mereka putus juga sih sebenarnya. Aku merasa ada perasaan yang
aneh aja pada diri ku. Diam-diam aku sering curi-curi pandang, tapi
saat ia memandang, aku malah sok pura-pura nggak tahu. Mulai saat itulah
timbul kekakuan pada ku. Beribu cara ku lakukan untuk menghilangkannya.
Tapi tiada satu pun yang berhasil. Bahkan lidah ku keluh tuk bersuara
meski hanya memanggil namanya. Yang lebih parah sejak itu pula aku tak
mampu menyapanya lagi dan yang mengejutkan ia juga tak pernah menyapa ku
lagi. Hanya sekedar senyum saja yang terurai, itu pun saat kita
bertatap muka. Hari demi hari keadaan ku dan Andra semakin kaku. Dan aku
sangat merindukan masa lalu bersamanya dalam canda dan tawa.
Yang ku rasakan saat ini, seolah aku tak pernah akrab sama sekali
dengannya. Hari-hari ku pun kini di liputi kerinduan. Dan aku berharap
Andra akan menyapa ku kembali.
# # #
Malam-malam ku kini terasa sunyi sepi sekali. Pada Sang Ilahi ku ceritakan semua perasaan ini.
Aku lebih sering murung dan melamun. Aku benar-benar tersiksa akan
hadirnya perasaan ini. Yang pada akhirnya aku mampu menerjemahkannya
dalam sebuah kata, bahwa aku jatuh cinta padanya.
Sesal
memang di kemudian hari. Menyesalkah aku telah mencintainya? Tidak sama
sekali. Yang aku sesalkan aku tak mampu belajar bersama dengannya lagi.
Saat-saat di sekolah kini menjadi sangat menyenangkan. Karena hanya di sekolah aku mampu mengelupas tabir kerinduan ku.
‘Weteng tresno jalaran soko kulino’
pepatah jawa itu sangat ku rasakan maknanya. Karena pepatah itu
benar-benar terjadi pada ku. Aku tak menyangka sekali kalau aku
mencintainya. Dan ia adalah cinta pertamaku.
Inikah cinta? Kurasakan saat usia ku masih belia. Oh…..aku tak menyangka kalau ternyata aku jatuh cinta.
# # #
Julukan
siswa yang suka terlambat kini sudah bukan menjadi jargon ku.
Teman-teman yang memberi julukan itu karena saking seringnya aku
terlambat bahkan tak jarang waktu kelas dua dulu aku sering tidak
mengikuti pelajaran pertama karena mesti di hukum petugas piket terlebih
dahulu. Kini teman-teman pula yang mencopot jargon itu dan menggantinya
menjadi siswa teladan. Pasalnya aku sekarang datang tidak hanya tepat
waktu tapi lebih pagi dari mereka. Pikirnya perubahan ini terjadi karena
aku sudah kelas tiga dan mereka rasa aku sudah tobat. Tapi bukan alasan
itu sebenarnya aku datang tepat waktu. Bukankah di sekolah aku bisa
bertemu Andra? Itulah yang membuat ku semangat berangkat sekolah.
Cinta memang mampu mengubah segalanya. Hari
demi hari aku semakin semangat belajar. Prestasi ku pun meningkat.
Orang tua ku pun senang melihat perubahan ku. Karena mereka berharap
aku akan lulus SMA dengan prestasi yang sangat memuaskan dan mampu
melanjutkan sekolah di salah satu Perguruan Tinggi Negeri. Karena biaya
masuk PTN yang relatif lebih murah, mengingat gaji ayahku yang sangat
minim. Beliau hanyalah seorang guru SD di desa.
# # #
Beberapa
hari ini konsentrasi belajar ku mulai goyah. Di setiap pagi yang cerah.
Di taman sekolah. Tak ku lihat lagi sesosok wajah rupawan itu duduk
termenung membaca buku. Ku pandangnya kursi panjang itu. Kursi berplitur
coklat usang di bawah pohon keres yang rimbun. Hingga empat hari ini.
Di setiap akan masuk sekolah. Ku tunggu sesosok itu. Tapi tak pernah ku
dapatkan pula. Hingga akhirnya aku nekat menanyakan hal itu pada Reza.
Teman akrab Andra. Begitu aku mendengar jawabannya. Separoh jiwa ku
rasanya melayang entah kemana. Ia sudah tidak sekolah di SMA ini lagi.
Orang tuanya pindah tugas ke luar kota. Ia beserta keluarganya ikut
serta. Mulai saat itu aku pun tidak pernah bertemu dengannya lagi. Oh
hati ini begitu hancur rasanya. Hari-hari ku kini penuh dengan harapan
tuk bertemu dengannya. Hingga tak ada satu ilmu pun yang merasuk pada
akal sehat ku karena semuanya sudah tercemar oleh virus cinta. Kendati
demikian, di rumah pun aku bagaikan Laila yan merindukan Qaiys. Ku
rasakan diri ku begitu lemas. Belajar tak bisa makan pun tak selera.
Hingga tiba saat Ujian Akhir Nasional aku tak mampu mengikutinya. Aku
terkena penyakit tifus yang tak kunjung sembuh. Badanku semakin kurus.
Tak ubahnya tulang dan kulit saja yang menempel. Harapan masuk PTN sirna
pula. karena tahun ini aku tak mampu menyelesaikan Ujian Akhir Sekolah.
Dan harus menunggu tahun selanjutnya.
Inna
maa a’maalu binniyyah wa inna maa li kullimri maa nawa. Fa man kaana
hijrotuhu ilaallahi wa rosuulihi, fa hijrotuhu ilaallahi wa rosuulihi.
Wa man kaana hijrotuhu liddunya yushibuha awimroatin yankihuha, fa
hijrotuhu ila ma ha jaro ilaihi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar