Senin, 11 September 2017



Kisah Cinta Anak SMA
“Za peringkat berapa nih?”
“Yang jelas masih lebih bagus kamu lah”
“Ye…aku kan tanya”
“Kamu dulu deh”
“Di tanya kok malah nanya sih”
“E…..hm”
“Juara satu ya!”
Alhamdulillah, kamu?”
“Jadi malu ne…”
“Emang berapa?”
“Di bawah kamu lah”
“Aku kan dah jawab duluan, gantian dums”
“Ya deh….. Lima.”
Obrolan itu terjadi saat aku baru masuk bemo dan bertemu Andra. Aku nggak nyangka kalau dia bakal nyapa aku dan menanyakan hal itu. Pasalnya kami sekarang udah nggak sekelas lagi. Meski gitu ternyata dia masih ingat aku. Waktu kelas dua dulu kami memang  sempat akrab. Malu juga sih kalo sempat ingat hal itu. Gara-gara  suka ngerjain dia dengan pacarnya aku malah lebih akrab dan terasa dekat sekali. Tapi sekarang udah nggak lagi. Andra udah putus sama Ratna, itu pun sudah enam bulan yang lalu. Sebelum kenaikan kelas Andra mutusin Ratna. Menurut teman-teman Andra mutusin karena Ratna terlalu judes en pemarah. Lucu juga kalo inget pacaran ala mereka. Makanya itu aku paling seneng kalo ngerjain mereka berdua. Tapi saat mereka putus aku malah nggak berani menanyakan apa-pun pada Andra. Merasa nggak enak dan tengsin aja. Terasa sok ngurusin masalah orang lain aja kali ya!
Sejak putusnya Andra dan Ratna. Aku jarang ngerjain mereka. Meski sempat sesekali juga. Tapi nggak sesering dulu. Bukan karena mereka putus juga sih sebenarnya. Aku merasa ada perasaan yang aneh aja  pada diri ku. Diam-diam aku sering curi-curi pandang, tapi saat ia memandang, aku malah sok pura-pura nggak tahu. Mulai saat itulah timbul kekakuan pada ku. Beribu cara ku lakukan untuk menghilangkannya. Tapi tiada satu pun yang berhasil. Bahkan lidah ku keluh tuk bersuara meski hanya memanggil namanya. Yang lebih parah sejak itu pula aku tak mampu menyapanya lagi dan yang mengejutkan ia juga tak pernah menyapa ku lagi. Hanya sekedar senyum saja yang terurai, itu pun  saat kita bertatap muka. Hari demi hari keadaan ku dan Andra semakin kaku. Dan aku sangat merindukan masa lalu bersamanya dalam canda dan tawa. Yang ku rasakan saat ini, seolah aku tak pernah akrab sama sekali  dengannya. Hari-hari ku pun kini di liputi kerinduan. Dan aku berharap Andra akan menyapa ku kembali.
 
#         #         #
Malam-malam ku kini terasa sunyi sepi sekali. Pada Sang Ilahi ku ceritakan semua perasaan ini. Aku lebih sering murung dan melamun. Aku benar-benar tersiksa akan hadirnya perasaan ini. Yang pada akhirnya aku mampu menerjemahkannya dalam sebuah kata, bahwa aku jatuh cinta padanya.
Sesal memang di kemudian hari. Menyesalkah aku telah mencintainya? Tidak sama sekali. Yang aku sesalkan aku tak mampu belajar bersama dengannya lagi.
Saat-saat di sekolah kini menjadi sangat menyenangkan. Karena hanya di sekolah aku mampu mengelupas tabir kerinduan ku.
Weteng tresno jalaran soko kulino’ pepatah jawa itu sangat ku rasakan maknanya. Karena pepatah itu benar-benar terjadi pada ku. Aku tak menyangka sekali kalau aku mencintainya. Dan ia adalah cinta pertamaku.
Inikah cinta? Kurasakan saat usia ku masih belia. Oh…..aku tak menyangka kalau ternyata aku jatuh cinta. 

#         #         #
Julukan siswa yang suka terlambat kini sudah bukan menjadi jargon ku. Teman-teman yang memberi julukan itu karena saking seringnya aku terlambat bahkan tak jarang waktu kelas dua dulu aku sering tidak mengikuti pelajaran pertama karena mesti di hukum petugas piket terlebih dahulu. Kini teman-teman pula yang mencopot jargon itu dan menggantinya menjadi siswa teladan. Pasalnya aku sekarang datang tidak hanya tepat waktu tapi lebih pagi dari mereka. Pikirnya perubahan ini terjadi karena aku sudah kelas tiga dan mereka rasa aku sudah tobat. Tapi bukan alasan itu sebenarnya aku datang tepat waktu. Bukankah di sekolah aku bisa bertemu Andra? Itulah yang membuat ku semangat berangkat sekolah.
Cinta memang mampu mengubah segalanya. Hari demi hari aku semakin semangat belajar. Prestasi ku pun meningkat. Orang tua ku pun senang melihat perubahan ku. Karena  mereka berharap aku akan lulus SMA dengan prestasi yang sangat memuaskan dan mampu melanjutkan sekolah di salah satu Perguruan Tinggi Negeri. Karena biaya masuk PTN yang relatif lebih murah, mengingat gaji ayahku yang sangat minim. Beliau hanyalah seorang guru SD di desa.
#         #         #
Beberapa hari ini konsentrasi belajar ku mulai goyah. Di setiap pagi yang cerah. Di taman sekolah. Tak ku lihat lagi sesosok wajah rupawan itu duduk termenung membaca buku. Ku pandangnya kursi panjang itu. Kursi berplitur coklat usang di bawah pohon keres yang rimbun.  Hingga empat hari ini. Di setiap akan masuk sekolah. Ku tunggu sesosok itu. Tapi tak pernah ku dapatkan pula. Hingga akhirnya aku nekat menanyakan hal itu pada Reza. Teman akrab Andra. Begitu aku mendengar jawabannya. Separoh jiwa ku rasanya melayang entah kemana. Ia sudah tidak sekolah di SMA ini lagi. Orang tuanya pindah tugas ke luar kota. Ia beserta keluarganya ikut serta. Mulai saat itu aku pun tidak pernah bertemu dengannya lagi. Oh hati ini begitu hancur rasanya. Hari-hari ku kini penuh dengan harapan tuk bertemu dengannya. Hingga tak ada satu ilmu pun yang merasuk pada akal sehat ku karena semuanya sudah tercemar oleh virus cinta. Kendati demikian, di rumah pun aku bagaikan Laila yan merindukan Qaiys. Ku rasakan diri ku begitu lemas. Belajar tak bisa makan pun tak selera. Hingga tiba saat Ujian Akhir Nasional aku tak mampu mengikutinya. Aku terkena penyakit tifus yang tak kunjung sembuh. Badanku semakin kurus. Tak ubahnya tulang dan kulit saja yang menempel. Harapan masuk PTN sirna pula. karena tahun ini aku tak mampu menyelesaikan Ujian Akhir Sekolah. Dan harus menunggu tahun selanjutnya.


Inna maa a’maalu binniyyah wa inna maa li kullimri maa nawa. Fa man kaana hijrotuhu ilaallahi wa rosuulihi, fa hijrotuhu ilaallahi wa rosuulihi. Wa man kaana hijrotuhu liddunya yushibuha awimroatin yankihuha, fa hijrotuhu ila ma ha jaro ilaihi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar