Dongeng Legenda Jawa Timur
Pada zaman kerajaan Majapahit yang kala
itu dipimpin oleh Prabu Brawijaya (sebutan gelar raja-raja yang
memerintah kerajaan Majapahit) mempunyai seorang putri yang bernama Rara
Anteng. Ada pun sang putri ini sangat disayang oleh baginda Brawijaya.
Karena parasnya yang sangat cantik serta luhur budi pekertinya dan
menjadi teladan para remaja putri dilingkungan istana.
Hingga saat usianya menginjak dewasa,
Rara Anteng berkenalan dengan seorang pemuda keturunan Brahmana, bernama
Jaka Seger. Hubungan mereka sangat akrab. Ketika sang Brahman
mengetahui hal itu ia menasihati putrinya. “Bagaimana mungkin kau bisa
mengawininya, anakku?” Rara Anteng adalah putri raja. Pastilah baginda
raja menginginkan menantunya dari kalangan bangsawan. Walaupun
berkali-kali dinasihati orang tuanya Jaka Seger pun tidak surut langkah.
Mengetahui keinginan keras sang anak, maka dengan perasaan yang kalut
dan serba salah, akhirnya Brahmana pergi ke istana Majapahit untuk
melamar Rara Anteng.
Sesampai di istana, ia pun menghadap
sang Prabu Brawijaya dan langsung mengutarakan maksud kedatangannya
kepada baginda raja Brawijaya. Dan perasaan khawatir lamaran itu akan
ditolak jadi sirna, ketika raja memberi uraian pandangan yang tak
terduga. “Mengapa tidak, Tuan Brahmana? Bukankah hal ini akan memberikan
jalan keluar bagiku. Sebab sekarang ini asa persoalan yang sangat
membelenggu kerajaan dengan masuknya ajaran agama Islam.” Hingga saat
ini aku tidak dapat membendung apalagi memerangi penyebaran agama
tersebut sebab Agama Islam pun telah datang secara baik-baik” ujar prabu
Brawijaya.“Hanya saja, dari keturunanku kuharap ada yang melanjutkan
kepercayaan leluhurnya. Kepercayaan kita! Kukira pasangan Jaka Seger dan
Rara Anteng adalah pasangan yang tepat untuk menjadi cikal bakal
penerus kepercayaan kita!.”
Maka saat itu juga Jaka Seger dan Rara Anteng
dinikahkan secara sahdan mereka pun diperintahkan Prabu Brawijaya untuk
ke luar dari istana Majapahit untuk melindungi diri. Maka
berbondong-bondonglah mereka yang masih mengukuhi kepercayaan
leluhurnya, kearah timur. Mereka berpencar mencari tempat yang mungkin
sulit untuk dicapai oleh penyebar agama Islam. Jaka Seger dan Rara
Anteng beserta para pengikutnya memilih Gunung Berapi. “Mungkin disinlah
tempat yang cocok untuk menghindari para penyebar agama Islam” ujar
Jaka Seger kepada istrinya, Rara Anteng. Dan tempat itu dinamakan
Tengger yang berasal dari nama Rara Anteng dan Jaka Seger adapun gunung
berapi yang telah melindungi mereka dianggap sebagai tempat keramat,
dinamakan gunung Bromo. Merujuk pada nama Dewa Brahma dalam kepercayaan
agama Hindu.
Mereka pun hidup berkelompok dibawah
pimpinan Jaka Seger. Hidup aman dan tenteram menjauhkan diri dari
pengaruh luar. Mereka juga tetap menjunjung tinggi kepercayaan leluhur
mereka. Namun kebahagiaan Rara Anteng dan Jaka Seger sangatlah tidak
sempurna sebab sejak lama mereka menikah belum dikaruniai seorang anak.
Dengan perasaan yang putus asa kemudian mereka berdua memutuskan untuk
bersemedi di puncak gunung Bromo yang telah dianggap keramat oleh
orang-orang Tengger.
Sambil memohon kepada Dewata Agung agar
dikaruniai keturunan.Sampai akhirnya di dalam kepundan Bromo terlihat
nyala api membara disertai suara gemuruh. Keadaan itu dianggap olej Jaka
Seger dan Rara anteng sebagai jawaban atas semedi mereka. “Dengar,
Dinda! Dewata Agung rupanya telah mendengar bisikan hati kita. Kita
harus mengucapkan syukur. Dan aku berjanji akan mengorbankan anak kita
yang paling ragil (bungsu) kepada Dewa penghuni gunung ini, kepada Dewa
Bromo!” Kata Jaka Seger. Tetapi janji suaminya itu dipandang berat oleh
Rara Anteng dan mustahil mereka akan tega melakukannya. “Mengorbankan
anak bungsu kita? Itu berarti pembunuhan! Oh, Kangmas terlalu memburu
nafsu mengucapkan kaul itu!” gugat Rara Anteng. Ucapan istrinya itu
benar-benar menggugah perasaan Jaka Seger. Kini baru sadar bahwa kaul
(janji) itu diucapkantanpa pemikiran panjang dan jernih. Namun, ia tak
mungkin menjilat kembali atas janji yang telah dicetuskan. Ia khawatir
akan murka Dewa.
Kemudian, tahun-tahun berlalu mengiringi
kehidupan Ki Seger dan Nyai Anteng. Mereka telah dikaruniai sepuluh
anak, putra dan putri. Setelah anak yang kesepuluh itu tidak mempunyai
adik lagi, maka Ki Seger menganggap bahwa anaknya yang nomor sepuluh
itulah paling bungsu. Namanya Kesuma. Setelah anak-anak itu menjelang
dewasa, perasaan Ki Seger semakin sedih. Ia dihantui oleh janji
sumpahnya dahulu.
Lebih-lebih putra bungsu itu adalah
kesayangannya. Namun sampai begitu jauh Ki Seger belum juga melaksanakan
janjinya. Hingga pada akhirnya terjadilah peristiwa dahsyat. Gunung
Bromo meletus, mengepulkan asap hitam. Orang-oang Tengger panik
mengungsi. Namun Ki Seger dan Nyai Anteng memahami adanya bencana itu.
“Dia benar-benar menagih janji sumpah kita!”kata Ki Seger pelan. Matanya
kosong menatap puncak gunung Bromo yang menggegak mengeluarkan lava
panas. Ucapan Ki Seger menumbuhkan rasa ingin tahu anak-anaknya. Karena
tak punya pilihan lagi, maka Ki Seger terpaksa membeberkan rahasia yang
selama ini terselubung.
Mendengar cerita itu, Kesuma tersenyum
bangga. Sementara saudara-saudaranya yang lain merasa sedih. “Kalau
begitu, relakan aku! Pengorbananku semoga diterima oleh Dewata Agung!”
kata pemuda itu. “Wahai Ayah Ibu dan saudara-saudaraku!”sambung Kesuma
lagi. “Aku berkorban demi keselamatan semua orang! Sepeninggalku,
ingatlah hari pengorbananku ini sebagai imbalan nikmat hidup yang kalian
rasakan! Permintaanku, kirimlah kebawah Bromo sebagian hasil ladang
serta ternakmu! Lakukanlah saat terang bulan setiap tanggal 14 bulan
Kasadha.
Kemudian dengan tenang Kesuma melangkah
ke arah puncak Bromo. Disana ia menyeburkan diri kedalam kawah. Dengan
pengorbanan itu, gunung Bromo reda kemarahannya. Peristiwa itu
benar-benar terpahat dalam sanubari penduduk Tengger, sampai
keturunannya sekarang. Hingga kini kepercayaan itu masih ada. Setiap
tahun pada bulan jawa Asyura (Suro) di puncak gunung Bromo selalu
diadakan upacara Kasadha.
“Janganlah berjanji bila tak bisa menepati janji itu, karena janji adalah hutang. Penyesalan tak bisa merubah semuanya”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar